4.1
PENDAHULUAN
Pembuktian
ekspresi-ekspresi logika verupa validitas argument-argumen ,misalnya dengan
memakai table kebenaran, penyederhanaan dengan hukum-hukum logika, sampai
metode tablo semantic, bersifat mekanis dan langsung kelihatan hasilnya.
Tentunya sangat penting untuk menemukan metode lain yang lebih mekanis dan
mudah digunakan di dalam logika. Metode tersebut disebut resolusi (resolution).
Metode
resolusi dikembangkan oleh John Alan Robinson
sekitar tahun 1960-an dan terus di selidiki secara intensif dan diimplementasikan
ke berbagai masalah logika. Prinsip resolusi juga mudah di
pakai di computer, misalnya pada deduksi basis data. Masalahnya untuk memahami
resolusi harus dimengerti dahulu apa yang disebut resolving argument .
4.2
RESOLVING ARGUMENT
Sebelumnya
telah dikemukakan bahwa logika berhubungan dengan deduksi atau penarikan
kesimpulan, masalah pembuktian dan validitas argument, perhatikan contoh
argumen berikut:
Contoh 1.22
Jika
durian ini manis,maka durian ini enak dimakan.
Jika
durian ini enak dimakan, maka saya akan memakannya.
Dengan demikian , jika durian ini manis, maka saya akan memakannya.
Argumen
tersebut pasti valid. Pola argument di atas adalah Silogisme Hipotesis. Jika masih ragu-ragu, validitasnya dapat
dibuktikan dengan langkah-langkah berikut:
Pembuktian:
Langkah 1: Tentukan
variabel proposisionalnya.
A= Durian
ini manis.
B= Durian
ini enak dimakan.
C= Saya
akan memakannya.
Langkah 2: Buat bentuk
logika masing masing pernyataan.
(1)A→B
(2)B→C
\ (3). A→C
Langkah 3: Susun dalam bentuk ekspresi logika.
((A→B)) Λ (B→C)) →(A→C)
Sekarang
bisa dilihat dengan jelas bahwa ekspresi logika dari argumen tersebut adalah
Silogisme hipotesis, dan sudah dibuktikan tautologi pada bab-bab di depan. Selanjutnya
dapat ditulis seperti berikut:
{(A→B),(B→C)} ╞ (A→C)
Jadi,
jika premis-premis, yakni (A→B)
dan (B→C)
bernilai benar, maka kesimpulan (A→C) juga pasti bernilai benar, atau (A→C) adalah
konsekuensi logis dari (A→B)
dan (B→C)
Dengan
menggunakan strategi pembalikan, dapat diperlihatkan bahwa menegasi kesimpulan
yakni ¬ (A→C) adalah
tidak konsisten dengan premis-premis (A→B) dan (B→C). Untuk
membuktikannya digunakan table kebenaran dengan penulisan sebagai berikut:
(A→B) Λ (B→C) → ¬(A→C)
Dan sudah
dapat dipastikan bahwa table kebenaran untuk menunjukkan nilai kebenaran
seluruhnya salah atau kontradiksi yang berarti argument valid.
Di sini,
masih dapat digunakan sudut pandang semantik (atau Theoritic model) dan memperlihatkan ketidakkompatibelannya dengan
penulisan berikut:
(A→B) Λ (B→C) Λ ¬ (A→C) ╞ ┴
┴ adalah Falsum , yakni konstanta proposisional yang selalu bernilai salah.
Artinya jika nilai kebenaran dari premis-premis dan negasi
kesimpulan-kesimpulan bernilai Salah (falsum), maka argumen pasti valid.
Sekarang
akan dibahas teknik resolving argument dengan
memakai cara penulisan terakhir ,yakni dengan falsum.
Misalkan
ekspresi logika (A→B)
Λ (B→C)
Λ ¬ (A→C) di
ubah menjadi CNF, maka akan diperoleh hasil berikut ini>
(A→B) Λ (B→C) Λ ¬
(A→C)
≡ (¬A v B) Λ (¬B v C) Λ ¬ (¬A Λ C) A→B
≡ (¬A v B) Λ (¬B v C)
Λ (¬ ¬A Λ ¬C) De
Morgan’s Law
≡ (¬A v B) Λ (¬B v C)
Λ (A Λ ¬C) Law of Double Negation
≡ (¬A v B) Λ (¬B v C) Λ A Λ ¬C Asosiatif
Jadi
bentuk CNF yang diperoleh adalah:
(¬A v B) Λ (¬B v C) Λ A Λ ¬C
Sekarang perhatikan dengan baik pasangan klausa (¬A v B) dan (¬B v C), dan perhatikan bahwa
klausa pertama mempunyai B dan klausa kedua memiliki pasangannya yakni ¬B.
sekarang perhatikan penjelasan berikut satu demi satu:
1.
Jika v(B) ≡ T, maka v(¬B) ≡ F, maka nilai kebenaran klausa kedua tergantung dari
v(C).
2. Jika
v(B) ≡
F, maka klausa pertama nilai kebenarannya tergantung dari v(¬A).
3. Padahal
hanya mungkin satu di antara v(B) dan v(¬B) yang bernilai benar. Misalnya, v(B)
≡
T dan v(¬B) ≡
F, atau v(B) ≡
F dan v(¬B) ≡
T.
4. Jadi
jika v((¬A v B) Λ (¬B v C))
≡
T,maka dengan memilih salah satu kemungkinan dari nomor (3), dipastikan v(¬A) ≡ T dan
v(C) ≡
T.
5. Sekarang
dapat beralasan jika v((¬A
v B) Λ (¬B v C))
≡
T, dengan v(¬A) ≡
T dan v(C) ≡
T, maka v(¬A v C) ≡
T. karena jika v(¬A v C) ≡
F, maka v((¬A
v B) Λ (¬B v C))
tidak bisa bernilai benar.
6. Dengan
kata lain, maka ((¬A
v B) dan (¬B v C)
dapat di reduksi atau di-resolved menjadi
satu klausa (¬A v C) dengan
menghilangkan ¬B dan B.
Prinsip
resolusi didasarkan pada penjelasan di atas, yakni dua klausa yang
masing-masing literal yang berpasangan,
misal A dengan ¬A, maka literal yang berpasangan tersebut dapat di resolved. Klausa hasil proses resolve
disebut resolvent clause. Sebelum memulai penjelasan resolusi lebih lanjut,
perhatikan kelanjutan uraian di atas.
1. Klausa
(¬A v B) dan (¬B v C) dapat di-resolved menjadi sati “resolvent”, yakni menjadi kalusa (¬A
v C).
2. Klausa (¬A v C) dengan A di resolved menjadi C
3. Klausa
C dengan ¬C akan menjadi apa?
Membatalkan
C dengan ¬C akan menghasilkan klausa kosong, dan bagaimana menyatakan klausa
kosong?. Sebaiknya memakai ┴ saja, sebab jika dua buah klausa di resolved, hasilnya harus benar. Jadi,
jika C di-resolved dengan ¬C,
masing-maing harus bernilai benar, maka hasil resolvent-nya harus benar, padahal C dan ¬C tidak mungkin benar
bersama-sama. Jadi gunakan saja ekspresi yang nilainya mungkin benar,
yakni ┴.
Cara lain
adalah melihat bahwa klausa berbentuk disjung, dan salah satu disjung harus
bernilai benar agar klausa bernilai banar. Tetapi jika tidak ada disjung untuk
menunjukkan klausa benar, maka klausa pasti salah. Oleh karena itu, klausa
kosong tidak akan memenuhi persyaratan tersebut, ia pasti selalu salah atau falsum.
(1)Klausa C di-resolved
dengan ¬C menjadi ┴.
Oleh
karena itu, penggunaan ┴ memenuhi persyaratan (A→B) Λ (B→C) Λ ¬ (A→C) ╞ ┴ di atas.
Untuk
mempermudah penjelasan di atas, gunakan bentuk pohon terbalik (inverted tree)
seperti berikut, tetapi jangan lupa untuk tetap menggunakan bentuk CNF.
(¬A v B) (¬B v
C) A ¬C
(¬A
v C)
C
┴
Bentuk normal konjungtif (CNF) dengan empat klausa,
yakni (¬A v B),(¬B v C),A dan ¬C, langkah pertama yang dilakukan adalah me-resolved (¬A v B) dengan (¬B v C),
menjadi (¬A v C). selanjutnya, (¬A v C) di-resolved
dengan A menjadi C, dan terakhir C di-resolved
dengan ¬C menghasilkan ┴.
Pada saat mendapatkan klausa kosong dapat dinyatakan
bahwa klausa-klausa yang ada di anggap tidak kompatibel satu dengan lainnya.
Dengan kata lain, negasi dari kesimpulan tidak konsisten dengan premis-premis.
Argumen justru dunyatakan valid karena pemakaian negasi kesimpulan berarti
menggunakan strategi pembalikan.
Keindahan metodeini tampak pada bentuk CNF dengan
klausa-klausanya yang saling me-resolvent
jika saling memiliki literal yang komplementer untuk menemukan klausa
kosong. Hasilnya memang sangat mekanis dan langsung tampak hasilnya.
4.3 HIMPUNAN KLAUSA
Untuk menyatakan CNF sebagai himpunan klausa, sebagai
contoh ekspresi di depan, yakni:
(¬A v B) Λ (¬B v C) Λ A Λ ¬C
Dapat dinyatakan dalam bentuk himpunan klausa sehinnga
dapat ditulis seperti berikut:
{(¬A v B), (¬B v C) , A , ¬C}
Dengan menghilangkan perangkai Λ. Tetapi jika mengingat sifat komutatif, yakni (AΛB) ≡ (BΛA), maka himpunan klausa tersebut juga dapat
dipindah-pindahkan untuk memeprmudah pembuatan pohon terbalik dengan resolvent harus ada pasangan literalnya,
yang masing-masing berada di satu klausa. Sebagai contoh ekspresi logika di
atas dapat ditulis:
{(¬A v B) , A, (¬B v C) , ¬C}
Maka gambar pohon terbaliknya sebagai berikut:
(¬A
v B) A (¬B v C) ¬C
B
C
┴
4.4 RESOLVENT
Sebelumnya sudah di jelaskan mengenai metode resolusi
walaupun belum lengkap. Selanjutnya, perhatikan teknik resolusi berikut:
Ada dua literal, misalnya p1 dan ¬p1 ,yang disebut pasangan literal yang saling melengkapi (complementary pair). Jika ada dua klausa yang masing-masing
memiliki sati dari pasangan tersebut, maka klausa tersebut dapat di-resolved bersama agar menjadi satu
klausa baru (resolvent clause), dan
cara ini dinamakan resolvent. Sebagai
contoh, klausa { p1,¬p2, p3} dengan { p2,
p3) dapat di-resolved menjadi
{ p1,p3}.
Definisi: resolvent dua klausa C1 dan
C2 yang masing-masing klausa berisi salah satu dari
literal berpasangan dan ¬, maka dapat didefinisikan:
res(C1,C2) = C1 - {} C1 -{¬}.
Pada definisi resolvent
tersebut, operator “-“ adalah operator pembeda himpunan, yang hasilnya
adalah himpunan yang berasal dari argument pertama dengan (sub) himpunan dari argument kedua yang dihilangkan. Sebagai contoh,
resolvent dari {1,2,3,4}-{2} ada;ah
{1,3,4}.
Contoh 1.23
res({p1,¬p2},{p2,¬p3})
= {p1,¬p3}
Contoh 1.24
res({p1,¬p2,p3,p4},{p2,¬p3})
= {p1,p3,¬p3,p4} atau
res({p1,¬p2,p3,p4},{p2,¬p3}) =
{p1,p2,¬p3,p4}
Satu klausa yang berisi pasangan literal yang
komplementer, misalnya pi dan ¬pi secara otomatis hasilnya pasti benar. Hal ini karena
klausa tersebut menyatakan disjungsi (p₁ v ¬p₁) pasti benat karena
semuanya pasti benar. Tentu saja klausa hasil resolvent pada contoh 11-3 adalah
benart.
Perhatikan tabel kebenarannya:
A
|
¬A
|
A v ¬A
|
F
|
T
|
T
|
T
|
F
|
T
|
Pada
Contoh 11-3 ada dua hasil yang bisa diperolah karena ada dua pasangan literal
yang komplementer dari dua klausa sebelum di-resolved, yakni p2
dengan ¬p2 dan p3
dengan ¬p3. Jika
ada lebih dari satu cara me-resolved ,
maka setiap resolvent pasti memiliki
pasangan literal yang komplenter dan
pasti juga benar. Hasilnya akan menjadi salah jika di-resolved ,misalnya {p1,¬p2} dengan {¬p1,p2}
menjadi ┴,
dengan me-resolved pada keduanya
yakni p1 dan p2.
dua klausa disebut bersama-sama kompatibel jika memenuhi nilai bahwa p1
dan p2 keduanya
benar.
TEOREMA (PRINSIP RESOLUSI)
Resolvent dua
klausa, C1 dan C2
adalah konsekuenis logis dari C1
Λ C2 yakni ditulis: C1
Λ C2 ╞ res (C1,C2)
Pembuktian
teorema:
1. Misalkan:C1={p11,
p12,….p1m, },C2= {p21,p22,. . .p2n,¬}
Maka
res(C1,C2) = { p11, p12,….p1m,
p21,p22,.
. .p2n}
2. Perhatikan nilai kebenaran v dengan v(C1) ≡ T dan v(C2) ≡ T
Jika v() ≡ F, maka v(p1i) ≡ T untuk beberapa p1i dengan v(C2) ≡ T
Maka v({ p11,
p12,….p1m, p21,p22,. . .p2n})
≡ T. Jadi v(res(C1,C2)) ≡ T
3. Jika v() ≡ T, maka v(¬) ≡ F, dan v(p1i) ≡ T untuk beberapa p₁I dengan v(C2) ≡ T. Maka v({ p11, p12,….p1m,
p21,p22,. . .p2n}) ≡ T. Jadi v(res(C1,C2)) ≡ T.
4. Jadi pada saat v() ≡ T, ataupun v() ≡ F, dapat disimpulkan jika v(C1)
≡ V(C2) ≡ T, maka v(res(C1,C2)) ≡ T
5. Kesimpulan C1 Λ C2 ╞ res (C1,C2)
Ide
yang mendasari resolusi, dapat dicontohkan dengan membuktikan rumus Modus Ponens yang sudah sangat dikenal,
yakni:
((A→B) Λ A)→ B atau {(A→B), A)} ╞ B ≡ {(¬A v B), A} ╞ B
Dan
jika (A→B) dan A ditulis dalam bentuk klausa akan menjadi
{¬A, B}, {A}. Selanjutnya , pohon
terbaliknya dapat dibuat seperti berikut:
{¬A,
B} {A}
B
Sederhana sekali dan terbukti bahwa C1 Λ C2 ╞ res (C1,C2).
4.5 RESOLUSI
Berikut ini akan didemonstrasikan prinsip resolusi
untuk mendeduksi, yang dengan istilah deduksi
resolusi (resolution deduction):
Definisi: deduksi resolusi klausa Cdari himpunan klausa S adalah
sederetan klausa-klausa (C1,C2,……..Cn) = C, yang setiap Ci
adalah anggota dari S atau resolvent dari
dua klausa yang diperoleh dari S atau anggota awal dari deretan tersebut.
Seperti telah dijelaskan di depan, dari prinsip
resolusi pada teorema 10-1 di depan, jika S adalah benar pada setiap penilaian
kebenaran dari v, maka v(Ci) ≡ T untuk semua Ci , dan tentu saja v(C) ≡ T.
Contoh 1.25:
Buktikan:
(p1 v p2 v p3) Λ (¬p2 v p4) Λ (¬p1 v p4) Λ (¬p3 v p4) ╞ p4
Pembuktian:
Langkah 1:
Ubahlah CNF menjadi klausa dan urutkan seperti
berikut:
(1)
{ p1
v p2 v p3}
(2)
{¬p2 v p4}
(3)
{¬p1
v p4}
(4)
{¬p3
v p4}
Langkah 2:
Lakukan
resolusi dengan urutan berikut
(5)
Dari (1) dan
(2), diperoleh klausa {p1,p3,p4}
(6)
Dari (3) dan
(5), diperoleh klausa {p3,p4}
(7)
Dari (1) dan
(2), diperoleh klausa {p4}
Jadi
terbukti:
(p1
v p2 v p3)
Λ (¬p2
v p4) Λ
(¬p1 v p4)
Λ (¬p3
v p4) ╞ p4
Derivasi
tersebut dapat lebih tampak dalam bentuk pohon resolusi (resolution tree), yang tanpak sperti berikut:
{ p1 v p2 v p3} {¬p2,p4}
{Øp1,p4} {Øp3,p4}
{p1,p3,p4}
{p3,p4}
{p4}
Contoh 1.26:
Buktikan:
{(p1→p2),(¬(p2→p3)→¬p1)}
╞
(p1→p3)
Pembuktian:
Langkah 1:
Ubahlah
menjadi bentuk klausa (CNF)
(1) p1→p2 A→B
≡¬p1
v p2
(2) ¬(p2→p3)→¬p1
≡¬¬(¬p2
v p3) v
¬p1 A→B
≡(¬p2
v p3) v ¬p1 Law
of double negation
≡¬p2
v p3 v ¬p1 Hapus tanda kurung
(3) p1→p3
≡¬p1
v p3 A→B
Langkah 2:
Selanjutnya
akan berbentuk:
{{¬p1,p2},{¬p2,p3,¬p1)}
╞
{¬p1,p3}
Langkah 3:
Buatlah
pohon resolusinya
{¬p1,p2} {¬p2,p3,¬p1)
{¬p1,p3}
Sebagaimana
biasa, cara lain untuk membuktikan Contoh 11-5 adalah dengan menegasi
kesimpulan (strategi pembalikan ), yakni ¬(p1→p3)
dan memperlihatkan bahwa ia tidak kompatibel (incompatible) dengan premis-premis, yakni (Øp1→p2)
dan (¬(p2→p3)→¬p1).
Teknik
resolusi untuk membuktikan validitas argument dilakukan dengan menegasi
kesimpulan
Contoh 1.27 :
Buktikan:
{(p1→p2),(¬(p2→p3)→¬p1)}
╞
(p1→p3)
Pembuktian:
Langkah 1:
(p1→p2)
Ù (¬(p2→p3)→¬p1)}
╞
(p1→p3)
Di
ubah menjadi
(p1→p2)Ù(¬(p2→p3)→¬p1)}
Ù Ø(p1→p3)
╞ ┴
Langkah 2:
Ubahlah
menjadi klausa-klausa (CNF). Klausa-1 dan 2 sama dengan di atas, sedangkan
klausa 3 sekarang menjadi:
(3). ¬(p1
→
p3)
≡¬(¬p1v
p3) A→B
≡(¬¬p1
Λ ¬p3) De Morgan’s
Law
≡ (p1
Λ ¬p3) Law of
Double Negation
Maka
sekarang akan berbentuk:
(¬p1 v p2)
Λ (¬p2
v p2 v p1)
Λ p1
Λ ¬p3
╞ ┴
Langkah 3:
Buatlah
pohon resolusinya seperti berikut:
{¬p1,p2} {¬p2,p3,¬p1}
{p1} {¬p3},
{¬p1,p3}
{p3}
┴
Definisi: Deduksi resolusi ┴
dari suatu himpunan klausa S disebut pembalikan resolusi (resolution refutation) dari S
Secara
jelas dapat disebut kalau deduksi ┴
di peroleh
dari himpunan klausa S menunjukkan bahwa S tidak konsisten. Jika semua klausa S
adalah benar, maka klausa apa saja yang
di reduksi dari S seharusnya benar. Pada
kasus ini ┴ harus benar, padahal ┴
selalu bernilai saah. Jadi, semua klausa pada himpunan S tidak bisa benar
bersama-sama
1.11 Contoh Validitas Argumen
Berikut
ini beberapa argument yang hendak dibuktikan validitasnya dengan deduksi
resolusi. Perhatikan argument berikut ini:
Contoh 1.28 :
- Jika Ratu mengadakan konser,maka penggemarnya
akan dating jika harga tiket tidak mahal. Jika Ratu mengadakan konser,
harga tiket tidak mahal. Dengan
demikian , jika Ratu mengadakan konser, penggemarnya akan dating.
Langkah 1:
Menentukan
variabel-variabel proposisional dan membuat ekspresi logikanya.
A = Ratu
mengadakan konser.
B =
Penggemarnya akan dating
C = Harga
tiket mahal
Maka akan
menjadi
(1) A→(¬C→B)
(2) A→¬C
\ (3). A→B
Ekspresi
logikanya adalah:
(A→(¬C→B))
Λ (A→¬C)╞
A→B
Pernyataan-pernyataan
tersebut tentunya dapat dipandang sebagai ekspresi atomic, walaupun
mempergunakan A dan B daripada menggunakan p1 dan p2 dan
seterusnya.
Langkah 2:
Ubahlah
ekspresi logika tersebut dengan strategi pembalikan yang menegasi kesimpulan
untuk menghasilkan ^.
(AÞ(¬CÞB))
Λ (AÞ¬C)
Λ ¬( AÞB)Þ ^
Langkah 3:
Ubahlah
menjadi klausa-klausa CNF seperti berikut:
(1). (AÞ(¬CÞB)) AÞB
º
(¬A v (¬¬C v B)) Law of
Double Negation
º (¬A v (C v B))
º ((¬A v C v B) Hapus tanda kurung
(2). (AެC)
º ¬(A v ¬C) AÞB
(3) ¬( AÞB)
º
¬(¬A v B) AÞB
º
(¬¬A Λ ¬B) De Morgan’s Law
º
(A Λ ¬B) Law of Double Negation
Jadi
sekarang bentuknya menjadi:
(¬A v C v B) Λ ( ¬A v ¬C) Λ A Λ ¬B ╞ ^
Langkah 4:
Susunlah
pohon resolusinya sepert berikut:
{ ¬A,C,B} {¬A,¬C} {A} {¬B}
{¬A,B}
{B}
^
Kesimpulan,
hasil yang diperoleh ternyata tidak konsisten, dan berarti argument valid.
Perhatikan argumen berikut inil
Contoh 11-8
- Jika pejabat melakukan korupsi, maka rakyat
tidak akan marah atau kejaksaan akan memerikasnya. Jika kejaksaan tidak
akan memeriksanya, maka rakyat akan marah. Kejaksaan akan memeriksanya, Dengan demikian, pejabat tidak
melakukan korupsi.
Pembuktian:
Langkah 1:
Menentukan
variabel-variabel proposisional dan membuat ekspresi logikanya.
(A)=
Pejabat melakukan korupsi.
(B)=
Rakyat akan marah.
(C)=
Kejaksaan akan memeriksanya.
Maka akan
menjadi:
(1) AÞ(¬B
v C)
(2) ¬CÞB
(3) C
\
(4) ¬A
Ekspresi
logikanya adalah: (AÞ(¬B
v C) Λ (¬C ÞB)
Λ C ╞
¬A
Langkah 2:
Ubahlah
ekspresi logika tersebut dengan strategi pembalikan yang menegasi kesimpulan
untuk menghasilkan ^.
(AÞ(¬B v C) Λ (¬C ÞB) Λ C Λ ¬¬A ╞ ^.
Langkah 3:
Ubahlah
menjadi klausa-klausa CNF:
(1). (AÞ(¬B v C))
º (¬A v (¬B v C)) AÞB
º (¬A v ¬B v C) Hapus tanda kurung
(2) (¬CÞB)
º
(¬¬C v B) AÞB
º
(C v B) Law
of Double Negation
(3) C
(4) ¬¬A Þ
A Law
of Double Negation
Selanjutnya , bentuknya menjadi seperti berikut:
(¬A v ¬B v C) Λ (C v B) Λ C Λ A ╞ ^
Langkah 4:
Susunlah pohon resolusinya seperti berikut:
{ ¬A,¬B,C} {C,B} {A} {C}
{¬A,C}
{C}
Jadi, tidak mungkin me-resolved C dengan C untuk menghasilkan klausa kosong sehingga
argument dipastikan tidak valid.
4.6 Latihan Soal-Soal
Soal 1.
Manakah dari himpunan klausa-klausa berikut ini yang
tidak konsisten atau tidak kompatibel?
(1). {{p1,p2,p3},{p1,¬p3},
{¬p1,¬p2}}
(2) {{¬p1,¬p2,p3},{p1,¬p3},{¬p1,p2}}
(3) {{p1,¬p2,p3},{p1,Øp3},{¬p1,p2,¬p3}}
(4) {{p1,¬p2,p3,¬p4},{p1,¬p3},{p1,p2,¬p4},{p4}}
(5) {{p1,¬p2,¬p3,¬p4},{p1,¬p3},{¬p1,p2,¬p4},{¬p1,p4}}
Soal 2
Buktikan bahwa argument-argumen berikut ini valid:
(yang dicetak tebal adalah kesimpulannya).
(1). ¬AÞB (2). AÞB (3).
¬A Λ (¬B
v C)
¬A v C v
D ¬B v C (B
Λ C)
¬C v (E Λ F) ¬C v (CÞA) CÞD
(F Λ ¬D)Þ¬E ¬C D
v ¬A
\ ¬DÞB \¬A \¬(¬D Λ A)
(4). ¬AÞB (5). AÞB (6). AÞB
¬A v C v
D BÞC CÞD
¬C v (D Λ A) DÞC (¬Bv¬D)Λ(¬Av¬B)
(C Λ ¬D)Þ¬E C v D \ ¬A v ¬C
\ ¬DÞB \ ¬A v C
(7). EÞ(F Λ ¬G) (8).
JÞK (9).
MÞN
(F v G)Þ H J v K v
¬L NÞN
E ¬K
(MÞO)Þ(NÞP)
\ H \ ¬L Λ ¬K (MÞP)ÞQ
\ Q
(10). (RÞ¬S) Λ (TÞ¬U) (11) AÞ(B Λ C)
(VÞ¬W) Λ (XÞ¬Y) AÞ((DÞE) Λ (FÞG))
(TÞW) Λ (UÞS) (B
Λ C) v ((¬AÞD) Λ (¬AÞF))
V v R ¬(B Λ C) Λ ¬(G
Λ D)
\ ¬T v ¬U \ E v G
(12). (¬H v I)Þ(JÞK) (13). (B v C)Þ(D v E)
(¬L Λ ¬M) Λ (KÞN) (D v E v F)Þ(G v H)
(HÞL) Λ (LÞH) (G v H)Þ¬D
(¬L Λ ¬M) Λ ¬O EÞ¬D
\ JÞN B
\ H
(14). VÞW
XÞY
ZÞW
XÞA
WÞX
((VÞY) Λ (ZÞA)) Λ (V v Z)
\ Y v A
\
Soal 3
Buktikan ekspresi logika berikut ini valid:
(1). P Λ (QÞR) Λ (PÞQ) Λ (SÞ¬R) Þ ¬S
(2). S Λ (¬PÞQ) Λ
(PÞ¬S) Λ (QÞR) Þ R
(3). (P Λ S) Λ (PÞQ) Λ (QÞR) Λ (SÞ¬T) Þ (R Λ ¬T)
(4). (¬SÞ(P v Q)) Λ (SÞ¬T) Λ T Λ (PÞR) Λ (¬RÞ¬Q) Þ R
Semoga bermanfaat J J J
0 komentar:
Post a Comment