Tkj Jambi STMIK Nurdin Hamzah Jambi, Teknik Informatika

Wednesday, 11 April 2018

BAB 4 : PEMBUKTIAN ARGUMEN DENGAN RESOLUSI






4.1       PENDAHULUAN

Pembuktian ekspresi-ekspresi logika verupa validitas argument-argumen ,misalnya dengan memakai table kebenaran, penyederhanaan dengan hukum-hukum logika, sampai metode tablo semantic, bersifat mekanis dan langsung kelihatan hasilnya. Tentunya sangat penting untuk menemukan metode lain yang lebih mekanis dan mudah digunakan di dalam logika. Metode tersebut disebut resolusi (resolution).

Metode resolusi dikembangkan oleh John Alan Robinson  sekitar tahun 1960-an dan terus di selidiki secara intensif dan diimplementasikan ke berbagai masalah logika. Prinsip resolusi juga mudah di pakai di computer, misalnya pada deduksi basis data. Masalahnya untuk memahami resolusi harus dimengerti dahulu apa yang disebut resolving argument  .

4.2       RESOLVING ARGUMENT

Sebelumnya telah dikemukakan bahwa logika berhubungan dengan deduksi atau penarikan kesimpulan, masalah pembuktian dan validitas argument, perhatikan contoh argumen berikut:

Contoh 1.22
Jika durian ini manis,maka durian ini enak dimakan.
Jika durian ini enak dimakan, maka saya akan memakannya.
Dengan demikian , jika durian ini manis, maka saya akan memakannya.

Argumen tersebut pasti valid. Pola argument di atas adalah Silogisme Hipotesis. Jika masih ragu-ragu, validitasnya dapat dibuktikan dengan langkah-langkah berikut:

Pembuktian:

Langkah 1:  Tentukan variabel proposisionalnya.
A= Durian ini manis.
B= Durian ini enak dimakan.
C= Saya akan memakannya.
Langkah 2:  Buat bentuk logika masing masing pernyataan.
(1)AB
(2)BC
\  (3). AC

Langkah 3: Susun dalam bentuk ekspresi logika.
        ((AB)) Λ (BC)) (AC)

Sekarang bisa dilihat dengan jelas bahwa ekspresi logika dari argumen tersebut adalah Silogisme hipotesis, dan sudah dibuktikan tautologi pada bab-bab di depan. Selanjutnya dapat ditulis seperti berikut:
        {(AB),(BC)} (AC)

Jadi, jika premis-premis, yakni (AB) dan (BC) bernilai benar, maka kesimpulan (AC) juga pasti bernilai benar, atau (AC) adalah konsekuensi logis dari (AB) dan (BC)

Dengan menggunakan strategi pembalikan, dapat diperlihatkan bahwa menegasi kesimpulan yakni ¬ (AC) adalah tidak konsisten dengan premis-premis (AB) dan (BC). Untuk membuktikannya digunakan table kebenaran dengan penulisan sebagai berikut:
        (AB) Λ (BC) ¬(AC)

Dan sudah dapat dipastikan bahwa table kebenaran untuk menunjukkan nilai kebenaran seluruhnya salah atau kontradiksi yang berarti argument valid.

Di sini, masih dapat digunakan sudut pandang semantik (atau Theoritic model) dan memperlihatkan ketidakkompatibelannya dengan penulisan berikut:
        (AB) Λ (BC) Λ ¬ (AC)  
adalah Falsum , yakni konstanta proposisional yang selalu bernilai salah. Artinya jika nilai kebenaran dari premis-premis dan negasi kesimpulan-kesimpulan bernilai Salah (falsum), maka argumen pasti valid.

Sekarang akan dibahas teknik resolving argument dengan memakai cara penulisan terakhir ,yakni dengan falsum.
Misalkan ekspresi logika (AB) Λ (BC) Λ ¬ (AC) di ubah menjadi CNF, maka akan diperoleh hasil berikut ini>

   (AB) Λ (BC) Λ ¬ (AC)
(¬A v B) Λ (¬B v C) Λ ¬ (¬A Λ C)          AB
(¬A v B) Λ (¬B v C) Λ  (¬ ¬A Λ ¬C)       De Morgan’s Law
(¬A v B) Λ (¬B v C) Λ  (A Λ ¬C)                     Law of Double Negation
(¬A v B) Λ (¬B v C) Λ  A  Λ  ¬C                     Asosiatif

Jadi bentuk CNF yang diperoleh adalah:
        (¬A v B) Λ (¬B v C) Λ  A  Λ  ¬C
Sekarang perhatikan dengan baik pasangan klausa (¬A v B) dan (¬B v C), dan perhatikan bahwa klausa pertama mempunyai B dan klausa kedua memiliki pasangannya yakni ¬B. sekarang perhatikan penjelasan berikut satu demi satu:

1.   Jika v(B) T, maka v(¬B) F, maka nilai kebenaran klausa kedua tergantung dari v(C).
2.   Jika v(B) F, maka klausa pertama nilai kebenarannya tergantung dari v(¬A).
3.   Padahal hanya mungkin satu di antara v(B) dan v(¬B) yang bernilai benar. Misalnya, v(B) T dan v(¬B) F, atau v(B) F dan v(¬B) T.
4.   Jadi jika v((¬A v B) Λ (¬B v C)) T,maka dengan memilih salah satu kemungkinan dari nomor (3), dipastikan v(¬A) T dan v(C) T.
5.   Sekarang dapat beralasan jika v((¬A v B) Λ (¬B v C)) T, dengan v(¬A) T dan v(C) T, maka v(¬A v C) T. karena jika v(¬A v C) F, maka v((¬A v B) Λ (¬B v C)) tidak bisa bernilai benar.
6.   Dengan kata lain, maka ((¬A v B) dan (¬B v C) dapat di reduksi atau di-resolved menjadi satu klausa (¬A v C) dengan menghilangkan  ¬B dan B.

Prinsip resolusi didasarkan pada penjelasan di atas, yakni dua klausa yang masing-masing  literal yang berpasangan, misal A dengan ¬A, maka literal yang berpasangan tersebut dapat di resolved. Klausa hasil proses resolve disebut resolvent clause. Sebelum memulai penjelasan resolusi lebih lanjut, perhatikan kelanjutan uraian di atas.

1.   Klausa (¬A v B) dan (¬B v C) dapat di-resolved menjadi sati “resolvent”, yakni menjadi kalusa (¬A v C).
2.   Klausa (¬A v C) dengan A di resolved menjadi C
3.   Klausa C dengan ¬C akan menjadi apa?

Membatalkan C dengan ¬C akan menghasilkan klausa kosong, dan bagaimana menyatakan klausa kosong?. Sebaiknya memakai saja, sebab jika dua buah klausa di resolved, hasilnya harus benar. Jadi, jika C di-resolved dengan ¬C, masing-maing harus bernilai benar, maka hasil resolvent-nya harus benar, padahal C dan ¬C tidak mungkin benar bersama-sama. Jadi gunakan saja ekspresi yang nilainya mungkin benar, yakni  .
Cara lain adalah melihat bahwa klausa berbentuk disjung, dan salah satu disjung harus bernilai benar agar klausa bernilai banar. Tetapi jika tidak ada disjung untuk menunjukkan klausa benar, maka klausa pasti salah. Oleh karena itu, klausa kosong tidak akan memenuhi persyaratan tersebut, ia pasti selalu salah atau falsum.

(1)Klausa C di-resolved dengan ¬C menjadi .
Oleh karena itu, penggunaan  memenuhi persyaratan (AB) Λ (BC) Λ ¬ (AC)    di atas.

Untuk mempermudah penjelasan di atas, gunakan bentuk pohon terbalik (inverted tree) seperti berikut, tetapi jangan lupa untuk tetap menggunakan bentuk CNF.

                (¬A v B)    (¬B v C)    A              ¬C
 


                        (¬A v C)


                                C


                                   

Bentuk normal konjungtif (CNF) dengan empat klausa, yakni (¬A v B),(¬B v C),A dan ¬C, langkah pertama yang dilakukan adalah me-resolved (¬A v B) dengan (¬B v C), menjadi (¬A v C). selanjutnya, (¬A v C) di-resolved dengan A menjadi C, dan terakhir C di-resolved dengan ¬C menghasilkan .
Pada saat mendapatkan klausa kosong dapat dinyatakan bahwa klausa-klausa yang ada di anggap tidak kompatibel satu dengan lainnya. Dengan kata lain, negasi dari kesimpulan tidak konsisten dengan premis-premis. Argumen justru dunyatakan valid karena pemakaian negasi kesimpulan berarti menggunakan strategi pembalikan.

Keindahan metodeini tampak pada bentuk CNF dengan klausa-klausanya yang saling me-resolvent jika saling memiliki literal yang komplementer untuk menemukan klausa kosong. Hasilnya memang sangat mekanis dan langsung tampak hasilnya.

4.3  HIMPUNAN KLAUSA

Untuk menyatakan CNF sebagai himpunan klausa, sebagai contoh ekspresi di depan, yakni:
        (¬A v B) Λ (¬B v C) Λ  A  Λ  ¬C
Dapat dinyatakan dalam bentuk himpunan klausa sehinnga dapat ditulis seperti berikut:
        {(¬A v B), (¬B v C) ,  A , ¬C}
Dengan menghilangkan perangkai Λ. Tetapi jika mengingat sifat komutatif, yakni (AΛB) (BΛA), maka himpunan klausa tersebut juga dapat dipindah-pindahkan untuk memeprmudah pembuatan pohon terbalik dengan resolvent harus ada pasangan literalnya, yang masing-masing berada di satu klausa. Sebagai contoh ekspresi logika di atas dapat ditulis:
        {(¬A v B) ,  A, (¬B v C) , ¬C}
Maka gambar pohon terbaliknya sebagai berikut:

                (¬A v B)            A              (¬B v C)    ¬C
 


                             B


                                C



                                   

4.4   RESOLVENT

Sebelumnya sudah di jelaskan mengenai metode resolusi walaupun belum lengkap. Selanjutnya, perhatikan teknik resolusi berikut:
Ada dua literal, misalnya p­­1 dan ¬p1 ,yang disebut pasangan literal yang saling melengkapi (complementary pair). Jika ada dua klausa yang masing-masing memiliki sati dari pasangan tersebut, maka klausa tersebut dapat di-resolved bersama agar menjadi satu klausa baru (resolvent clause), dan cara ini dinamakan resolvent. Sebagai contoh, klausa { p1,¬p2, p3} dengan { p2, p3) dapat di-resolved menjadi { p1,p3}.

Definisi: resolvent dua klausa C1 dan C2 yang masing-masing klausa berisi salah satu dari literal berpasangan dan ¬, maka dapat didefinisikan:
res(C1,C2) = C1 - {} C1 -{¬}.
Pada definisi resolvent tersebut, operator “-“ adalah operator pembeda himpunan, yang hasilnya adalah himpunan yang berasal dari argument pertama dengan (sub) himpunan dari argument kedua yang dihilangkan. Sebagai contoh, resolvent dari {1,2,3,4}-{2} ada;ah {1,3,4}.

Contoh 1.23
          res({p1,¬p2},{p2,¬p3}) = {p1,¬p3}

Contoh 1.24
        res({p1,¬p2,p3,p4},{p2,¬p3}) = {p1,p3,¬p3,p4} atau
        res({p1,¬p2,p3,p4},{p2,¬p3}) = {p1,p2,¬p3,p4}
Satu klausa yang berisi pasangan literal yang komplementer, misalnya pi dan ¬pi secara otomatis hasilnya pasti benar. Hal ini karena klausa tersebut menyatakan disjungsi (p v ¬p) pasti benat karena semuanya pasti benar. Tentu saja klausa hasil resolvent pada contoh 11-3 adalah benart.

Perhatikan tabel kebenarannya:
A
¬A
A v ¬A
F
T
T
T
F
T
                       
                       

                           


Pada Contoh 11-3 ada dua hasil yang bisa diperolah karena ada dua pasangan literal yang komplementer dari dua klausa sebelum di-resolved, yakni p2 dengan ¬p2 dan p3 dengan ¬p3. Jika ada lebih dari satu cara me-resolved , maka setiap resolvent pasti memiliki pasangan literal yang komplenter  dan pasti juga benar. Hasilnya akan menjadi salah jika di-resolved ,misalnya {p1,¬p2} dengan {¬p1,p2} menjadi , dengan me-resolved pada keduanya yakni p1 dan p2. dua klausa disebut bersama-sama kompatibel jika memenuhi nilai bahwa p1 dan p2 keduanya benar.

TEOREMA (PRINSIP RESOLUSI)
Resolvent dua klausa, C1 dan C2 adalah konsekuenis logis dari C1 Λ C2 yakni ditulis: C1 Λ C2 res (C1,C2)

Pembuktian teorema:

1.       Misalkan:C1={p11, p12,….p1m, },C2= {p21,p22,. . .p2n}
Maka res(C1,C2) = { p11, p12,….p1m, p21,p22,. . .p2n}
2.       Perhatikan nilai kebenaran v dengan v(C1) T dan v(C2) T
Jika v() F, maka v(p1i) T untuk beberapa p1i dengan v(C2) T
Maka v({ p11, p12,….p1m, p21,p22,. . .p2n}) T. Jadi v(res(C1,C2)) T
3.       Jika v() T, maka v(¬)   F, dan v(p1i) T untuk beberapa pI dengan v(C2) T. Maka v({ p11, p12,….p1m, p21,p22,. . .p2n}) T. Jadi v(res(C1,C2)) T.
4.       Jadi pada saat v() T, ataupun v() F, dapat disimpulkan jika v(C1) V(C2) T, maka v(res(C1,C2)) T
5.       Kesimpulan C1 Λ C2 res (C1,C2)

Ide yang mendasari resolusi, dapat dicontohkan dengan membuktikan rumus Modus Ponens yang sudah sangat dikenal, yakni:
        ((AB) Λ A) B atau   {(AB), A)} B {(¬A v B), A} B
Dan jika (AB) dan A ditulis dalam bentuk klausa akan menjadi {¬A, B}, {A}. Selanjutnya , pohon terbaliknya dapat dibuat seperti berikut:
                        {¬A, B}     {A}
 

                               
                                B

Sederhana sekali dan terbukti bahwa C1 Λ C2 res (C1,C2).

4.5  RESOLUSI

Berikut ini akan didemonstrasikan prinsip resolusi untuk mendeduksi, yang dengan istilah deduksi resolusi (resolution deduction):

Definisi: deduksi resolusi klausa Cdari himpunan klausa S adalah sederetan klausa-klausa (C1,C2,……..Cn) = C, yang setiap Ci adalah anggota dari S atau resolvent dari dua klausa yang diperoleh dari S atau anggota awal dari deretan tersebut.
Seperti telah dijelaskan di depan, dari prinsip resolusi pada teorema 10-1 di depan, jika S adalah benar pada setiap penilaian kebenaran dari v, maka v(Ci) T untuk semua Ci , dan tentu saja v(C) T.

Contoh 1.25:
Buktikan:
        (p1 v p2 v p3) Λ (¬p2 v p4) Λ (¬p1 v p4) Λ (¬p3 v p4) p4

Pembuktian:

Langkah 1:
Ubahlah CNF menjadi klausa dan urutkan seperti berikut:
(1)                { p1 v p2 v p3}
(2)                {¬p2 v p4}
(3)                {¬p1 v p4}
(4)                {¬p3 v p4}

Langkah 2:
Lakukan resolusi dengan urutan berikut
(5)                 Dari (1) dan (2), diperoleh klausa {p1,p3,p4}
(6)                 Dari (3) dan (5), diperoleh klausa {p3,p4}
(7)                 Dari (1) dan (2), diperoleh klausa {p4}

Jadi terbukti:
        (p1 v p2 v p3) Λ (¬p2 v p4) Λ (¬p1 v p4) Λ (¬p3 v p4) p4

Derivasi tersebut dapat lebih tampak dalam bentuk pohon resolusi (resolution tree), yang tanpak sperti berikut:
   
{ p1 v p2 v p3}           {¬p2,p4}     {Øp1,p4}    {Øp3,p4}
 


                         {p1,p3,p4}


                               {p3,p4}


                                  
      {p4}
Contoh 1.26:
Buktikan:
    {(p1p2),(¬(p2p3)¬p1)} (p1p3)

Pembuktian:

Langkah 1:
Ubahlah menjadi bentuk klausa (CNF)
(1)    p1p2                                      AB
¬p1 v p2
(2)    ¬(p2p3)¬p1
¬¬(¬p2 v p3) v ¬p1                  AB
   (¬p2 v p3) v ¬p1                       Law of double negation
   ¬p2 v p3 v ¬p1                          Hapus tanda kurung
(3)    p1p3
¬p1 v p3                                  AB

Langkah 2:
Selanjutnya akan berbentuk:
    {{¬p1,p2},{¬p2,p3,¬p1)} {¬p1,p3}

Langkah 3:
Buatlah pohon resolusinya
            {¬p1,p2}    {¬p2,p3,¬p1)
 


                    {¬p1,p3}

Sebagaimana biasa, cara lain untuk membuktikan Contoh 11-5 adalah dengan menegasi kesimpulan (strategi pembalikan ), yakni ¬(p1p3) dan memperlihatkan bahwa ia tidak kompatibel (incompatible) dengan premis-premis, yakni (Øp1p2) dan (¬(p2p3)¬p1).

Teknik resolusi untuk membuktikan validitas argument dilakukan dengan menegasi kesimpulan

Contoh 1.27 :
Buktikan:
    {(p1p2),(¬(p2p3)¬p1)} (p1p3)

Pembuktian:

Langkah 1:
     (p1p2) Ù (¬(p2p3)¬p1)} (p1p3)
Di ubah menjadi
    (p1p2)Ù(¬(p2p3)¬p1)} Ù Ø(p1p3)  

Langkah 2:
Ubahlah menjadi klausa-klausa (CNF). Klausa-1 dan 2 sama dengan di atas, sedangkan klausa 3 sekarang menjadi:

(3).   ¬(p1 p3)
        ¬(¬p1v p3)                                        AB
        (¬¬p1 Λ ¬p3)                                     De Morgan’s Law
        (p1 Λ ¬p3)                                        Law of Double Negation

Maka sekarang akan berbentuk:
        (¬p1 v p2) Λ (¬p2 v p2 v p1) Λ p1 Λ ¬p3  

Langkah 3:
Buatlah pohon resolusinya seperti berikut:

{¬p1,p2}    {¬p2,p3,¬p1}     {p1}          {¬p3},
 


                         {¬p1,p3}


                               {p3}


                                         
Definisi: Deduksi resolusi dari  suatu himpunan klausa S disebut pembalikan resolusi (resolution refutation) dari S

Secara jelas dapat disebut kalau deduksi  di peroleh dari himpunan klausa S menunjukkan bahwa S tidak konsisten. Jika semua klausa S adalah benar, maka  klausa apa saja yang di reduksi dari S seharusnya benar. Pada  kasus ini  harus benar, padahal selalu bernilai saah. Jadi, semua klausa pada himpunan S tidak bisa benar bersama-sama

1.11  Contoh Validitas Argumen

Berikut ini beberapa argument yang hendak dibuktikan validitasnya dengan deduksi resolusi. Perhatikan argument berikut ini:
Contoh 1.28 :
  • Jika Ratu mengadakan konser,maka penggemarnya akan dating jika harga tiket tidak mahal. Jika Ratu mengadakan konser, harga tiket tidak mahal. Dengan demikian , jika Ratu mengadakan konser, penggemarnya akan dating.

Langkah 1:
Menentukan variabel-variabel proposisional dan membuat ekspresi logikanya.

A = Ratu mengadakan konser.
B = Penggemarnya akan dating
C = Harga tiket mahal

Maka akan menjadi
(1)    A(¬CB)
(2)    A¬C
\  (3). AB

Ekspresi logikanya adalah:
        (A(¬CB)) Λ (A¬C) AB

Pernyataan-pernyataan tersebut tentunya dapat dipandang sebagai ekspresi atomic, walaupun mempergunakan A dan B daripada menggunakan p1 dan p2 dan seterusnya.

Langkah 2:
Ubahlah ekspresi logika tersebut dengan strategi pembalikan yang menegasi kesimpulan untuk menghasilkan ^.

        (AÞ(¬CÞB)) Λ (AÞ¬C) Λ ¬( AÞB)Þ  ^

Langkah 3:
Ubahlah menjadi klausa-klausa CNF seperti berikut:

(1).   (AÞ(¬CÞB))                      AÞB
        º (¬A v (¬¬C v B))              Law of Double Negation
        º (¬A v (C v B))
        º ((¬A v C v B)                   Hapus tanda kurung
(2).   (AÞ¬C)
        º ¬(A v ¬C)                                AÞB
(3)    ¬( AÞB)   
        º ¬(¬A v B)                                AÞB
        º (¬¬A Λ ¬B)                     De Morgan’s Law
        º (A Λ ¬B)                          Law of Double Negation       
Jadi sekarang bentuknya menjadi:
        (¬A v C v B) Λ ( ¬A v ¬C) Λ A Λ ¬B ^

Langkah 4:
Susunlah pohon resolusinya sepert berikut:

{ ¬A,C,B}         {¬A,¬C}     {A}           {¬B}
 


                         {¬A,B}


                               {B}


                                  ^
Kesimpulan, hasil yang diperoleh ternyata tidak konsisten, dan berarti argument valid. Perhatikan argumen berikut inil

Contoh 11-8
  • Jika pejabat melakukan korupsi, maka rakyat tidak akan marah atau kejaksaan akan memerikasnya. Jika kejaksaan tidak akan memeriksanya, maka rakyat akan marah. Kejaksaan akan memeriksanya, Dengan demikian, pejabat tidak melakukan korupsi.

Pembuktian:

Langkah 1:
Menentukan variabel-variabel proposisional dan membuat ekspresi logikanya.

(A)= Pejabat melakukan korupsi.
(B)= Rakyat akan marah.
(C)= Kejaksaan akan memeriksanya.

Maka akan menjadi:
(1)    AÞ(¬B v C)
(2)    ¬CÞB
(3)    C
 \ (4) ¬A

Ekspresi logikanya adalah:    (AÞ(¬B v C) Λ (¬C ÞB) Λ C ¬A

Langkah 2:
Ubahlah ekspresi logika tersebut dengan strategi pembalikan yang menegasi kesimpulan untuk menghasilkan ^.

          (AÞ(¬B v C) Λ (¬C ÞB) Λ C Λ ¬¬A ^.

Langkah 3:
Ubahlah menjadi klausa-klausa CNF:
(1).  (AÞ(¬B v C))                                     
        º (¬A v (¬B v C))                                AÞB
        º (¬A v ¬B v C)                          Hapus tanda kurung
(2)   (¬CÞB)
        º (¬¬C v B)                                        AÞB
        º (C v B)                                    Law of Double Negation
(3)   C
(4)   ¬¬A Þ A                                    Law of Double Negation

Selanjutnya , bentuknya menjadi seperti berikut:

        (¬A v ¬B v C) Λ (C v B) Λ C Λ A ^

Langkah 4:
Susunlah pohon resolusinya seperti berikut:



{ ¬A,¬B,C}               {C,B}         {A}   {C}
 


                         {¬A,C}


                               {C}

Jadi, tidak mungkin me-resolved C dengan C untuk menghasilkan klausa kosong sehingga argument dipastikan tidak valid.

4.6 Latihan Soal-Soal

Soal 1.
Manakah dari himpunan klausa-klausa berikut ini yang tidak konsisten atau tidak kompatibel?

(1).   {{p1,p2,p3},{p1,¬p3}, {¬p1,¬p2}}
(2)    {{¬p1,¬p2,p3},{p1,¬p3},{¬p1,p2}}
(3)    {{p1,¬p2,p3},{p1,Øp3},{¬p1,p2,¬p3}}
(4)    {{p1,¬p2,p3,¬p4},{p1,¬p3},{p1,p2,¬p4},{p4}}
(5)    {{p1,¬p2,¬p3,¬p­4},{p1,¬p3},{¬p1,p2,¬p4},{¬p1,p4}}

Soal 2
Buktikan bahwa argument-argumen berikut ini valid:
(yang dicetak tebal adalah kesimpulannya).

(1).   ¬AÞB                    (2). AÞB            (3). ¬A Λ (¬B v C)
        ¬A v C v D                 ¬B v C                 (B Λ C)
        ¬C v (E Λ F)               ¬C v (CÞA)          CÞD
        (F Λ ¬D)Þ¬E              ¬C                      D v ¬A
         \ ¬DÞB                     \¬A                       \¬(¬D Λ A)

(4).   ¬AÞB                     (5).  AÞB         (6). AÞB
        ¬A v C v D                    BÞC                 CÞD
        ¬C v (D Λ A)                 DÞC                  (¬Bv¬D)Λ(¬Av¬B)
        (C Λ ¬D)Þ¬E                C v D                \ ¬A v ¬C
         \ ¬DÞB                        \ ¬A v C

(7).   EÞ(F Λ ¬G)            (8). JÞK            (9). MÞN
        (F v G)Þ H                   J v K v ¬L            NÞN
        E                                ¬K                     (MÞO)Þ(NÞP)
        \ H                             \ ¬L Λ ¬K               (MÞP)ÞQ
                                                                  \ Q
(10). (RÞ¬S) Λ (TÞ¬U)             (11)  AÞ(B Λ C)
        (VÞ¬W) Λ (XÞ¬Y)                    AÞ((DÞE) Λ (FÞG))
        (TÞW) Λ (UÞS)                        (B Λ C) v ((¬AÞD) Λ (¬AÞF))
        V v R                                        ¬(B Λ C) Λ ¬(G Λ D)
         \ ¬T v ¬U                                   \  E v G

(12). (¬H v I)Þ(JÞK)                (13).  (B v C)Þ(D v E)
        (¬L Λ ¬M) Λ (KÞN)                    (D v E v F)Þ(G v H)
        (HÞL) Λ (LÞH)                          (G v H)Þ¬D
        (¬L Λ ¬M) Λ ¬O                         EÞ¬D
         \ JÞN                                           B
                                                        \  H
(14). VÞW
        XÞY
        ZÞW
        XÞA
        WÞX
        ((VÞY) Λ (ZÞA)) Λ (V v Z)
\     Y v A
\      
Soal 3
Buktikan ekspresi logika berikut ini valid:

(1).   P Λ (QÞR) Λ (PÞQ) Λ (SÞ¬R) Þ ¬S
(2).   S Λ (¬PÞQ) Λ (PÞ¬S) Λ (QÞR) Þ R
(3).   (P Λ S) Λ (PÞQ) Λ (QÞR) Λ (SÞ¬T) Þ (R Λ ¬T)
(4).   (¬SÞ(P v Q)) Λ (SÞ¬T) Λ T Λ (PÞR) Λ (¬RÞ¬Q) Þ R


Semoga bermanfaat J J J

0 komentar:

Post a Comment

TOTAL PAGEVIEWS

Follow Us

Blog Archive

About Me

ilmu komputer zakaria
View my complete profile

Blog Archive

blog

https://ilmukomputerzakaria.blogspot.com https://perhitunganakuntansitkjzakaria.blogspot.com https://debianzakariamustin.blogspot.com

Translate

Muhammad Zakaria Mustin. Powered by Blogger.

Contact Form

Name

Email *

Message *