Starlink, layanan internet berbasis satelit orbit rendah milik Elon Musk baru saja diresmikan di Indonesia. Artinya kini masyarakat sudah bisa menggunakan layanan tersebut untuk memenuhi kebutuhan internet sehari-hari.
Starlink beroperasi menggunakan layanan internet satelit yang sudah ada selama beberapa dekade. Alih-alih menggunakan teknologi kabel, seperti serat optik untuk mengirimkan data internet, sistem satelit menggunakan sinyal radio melalui ruang hampa.
Setiap satelit di konstelasi Starlink memiliki berat sekitar 259 kg dan memiliki badan datar. Saat diluncurkan, satu roket SpaceX Falcon 9 dapat mengangkut hingga 60 satelit.
SpaceX telah mengusulkan konstelasi hampir 42.000 satelit seukuran tablet yang mengelilingi dunia pada orbit rendah untuk memenuhi permintaan di Bumi.
Starlink memang bukan satu-satunya pemain internet satelit. Ada beberapa pesaing, termasuk OneWeb, HughesNet, Viasat, dan Amazon.
HughesNet telah menyediakan jangkauan sinyal dari 35 ribu kilometer di atas Bumi sejak 1996. Namun Starlink memiliki pendekatan yang sedikit berbeda dan memberikan peningkatan.
Berikut keunggulan Starlink dibanding pesaingnya:
Daripada menggunakan beberapa satelit besar, Starlink memiliki ribuan satelit kecil. Starlink menggunakan satelit LEO yang mengelilingi Bumi pada ketinggian 482 kilometer di atas permukaan. Orbit geostasioner yang diperpendek ini dapat meningkatkan kecepatan internet dan mengurangi tingkat latensi.
Satelit Starlink terbaru memiliki elemen komunikasi laser untuk mengirimkan sinyal antar-satelit, sehingga mengurangi ketergantungan pada beberapa stasiun Bumi.
SpaceX bertujuan untuk meluncurkan sebanyak 40.000 satelit dalam waktu dekat, ini untuk memastikan jangkauan satelit global dan jarak jauh dengan berkurangnya pemadaman layanan.
Starlink memiliki keuntungan menjadi bagian dari SpaceX, yang selain meluncurkan satelit Starlink, juga melakukan peluncuran mitra secara rutin. Penyedia internet satelit lainnya mungkin tidak dapat menjadwalkan peluncuran satelit reguler karena faktor biaya tinggi.
Risiko teknologi Starlink
Seperti halnya layanan kabel fiber optik ke rumah (fixed broadband) atau melalui frekuensi radio ke HP (seluler), Starlink juga tersambung ke jaringan internet lewat pintu gerbang atau gateway yang dipantau dan dikendalikan oleh NOC (network operation center).
Fungsi gatewaya dalah menghubungkan antara sebuah jaringan dengan jaringan lain yang memiliki sistem aturan, yang dikenal dengan protokol, berbeda. Karena internet adalah jejaring berbagai sistem informasi, internet gateway dibutuhkan untuk "penunjuk arah" dari jaringan milik penyedia layanan internet (ISP) ke jaringan internet global.
Setiap kali pengguna melihat email, mengakses website, atau menggunakan aplikasi, data dikirim lewat gadget melalui jaringan milik ISP yang berbentuk antena BTS, kabel, atau satelit, kemudian trafik data diteruskan ke jaringan internet global melalui gateway. Jika internet di akses lewat internet gateway di Indonesia, IP pengguna internet akan menunjukkan "lokasi asal" di Indonesia.
Semua trafik di jaringan ISP ini dipantau lewat NOC.
Khusus Starlink, data dikirim melalui satelit ke internet gateway menggunakan perangkat terminal bumi mini yang harganya melebihi Rp 7 juta.
Saat ini, Starlink bekerja sama dengan Telkomsat untuk memanfaatkan internet gateway milik PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Artinya, meskipun Starlink menggunakan satelit yang berlokasi di luar angkasa, "jaringan internet" yang disediakan Starlink tetap punya tanda lokasi Indonesia.
Namun seperti yang telah disebutkan di atas, layanan Starlink memiliki ketergantungan yang rendah dengan gateway internet di lokasi tempat mereka beroperasi karena ribuan satelit Starlink bisa mengirim data satu sama lainnya.
Fitur ini berarti ada kemungkinan trafik internet dari Indonesia "disalurkan" atau "dibocorkan" melalui satelit-satelit lainnya ke tanpa terpantau di dalam negeri.
Oleh karena itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi berkali-kali menekankan bahwa Starlink harus menempatkan NOC mereka di Indonesia.
Jika ada NOC Starlink di Indonesia, pemerintah dan otoritas keamanan bisa memantau jaringan Starlink untuk menghindari potensi pelanggaran hukum.