Tkj Jambi STMIK Nurdin Hamzah Jambi, Teknik Informatika

Saturday, 8 September 2018

Cara Yang Tepat Membaca Approach Chart

Berikut adalah cara singkat untuk membaca Approach Chart. Sebagai contoh, saya akan mengambil chart dari Ujung Pandang, untuk ILS approach rwy 13.

Gambaran keseluruhannya seperti berikut:




Berikut cara membaca bagian atas dari Approach Chart:



1. Keterangan ICAO dan IATA dari chart tersebut, serta nama Airport.

  • ICAO=WAAA
  • IATA=UPG
  • Nama Airport=Hasanudin
2. Course dari ILS tersebut (Heading/Track dari ILS) yaitu 127
3. Frekwensi dari ATC Approach, Ujung Pandang Director (WAAA_APP) yaitu 120.60atau 119.40
4. Keterangan mengenai Glide Slope dari ILS

  • GS=Glide Slope
  • D5.5=D merupakan singkatan dari DME (Distance Measurement Equipment) bisa diartikan jarak dari navigasi tertentu, yang pada bagian ini tertera D5.5 artinya glide slope dimulai dari 5.5 nm sebelum mencapai navigasi ILS tersebut
  • 1500' (1456')=1500' artinya glideslope capture pada ketinggian 1500 feets ASL (Above Sea Level), sedangkan 1456 feets pada AGL (Above Ground Level)
5. Keterangan nama wilayah dan negara, yaitu Ujung Pandang, Indonesia
6. Nama dari Approach Chart tersebut, yaitu approach ILS rwy 13
7. Frekwensi dari ATC Tower, Hasanudin Tower (WAAA_TWR) yaitu 118.100
8. MSA / Minimum Sector Altitude. Batas altitude terendah yang aman diambil dari suatu VOR tertentu (nanti akan dijelaskan lebih detail)
9. Keterangan ketinggian/elevasi airport dan ketinggian runway

  • Apt Elev 47'=Ketinggian dari airport tersebut dari permukaan laut adalah 47' (tanda petik artinya dalam satuan feets)
  • RWY 13 44'=Ketinggian dari runway tersebut dari permukaan laut adalah 44'
10. Transition Altitude 11000', artinya saat kita climbing melewati 11000 feets, QNH (barometer) setting dikembalikan ke standard yaitu QNH 1013
11. Keterangan decision altitude yaitu ketinggian akhir saat approach ILS dimana pilot menentukan continue landing/go-around

  • ILS DA (H) 344' (300')=Artinya saat established glideslope dari ILS, di ketinggian 344' ASL atau 300' AGL adalah altitude dimana kita menentukan (decide) untuk continue landing atau go-around
12. Ini adalah procedure untuk melakukan missed approach based on chart.
13. Keterangan nama dari localizer ILS dan frekwensi nya

  • LOC IUPG=Localizer "IUPG"
  • 111.300=Adalah frekwensi dari ILS IUPG tersebut





1. Nama ILS, course, frekwensi serta morse nya
2. Hot Spot: Obstacle tertinggi pada chart tersebut
3. Missed approach procedure ditandai dengan garis putus-putus. Yaitu turn left heading 305
4. MM=Middle Marker
5. Runway yang dituju
6. VOR MKS dengan keterangan nama VOR Hasanudin, Frekwensi 114.7, disertai morse nya
7. D5.5=DME 5.5 dari IUPG ILS yang artinya jarak 5.5 nm dari IUPG ILS
8. D6.0=DME 6 dari MKS VOR yang artinya jarak 6 nm menuju MKS VOR
9. Gambar dari ILS IUPG
10. Inbound course IUPG yaitu 127





Gambar ini adalah approach jika tampak horizontal (dari samping)
1. 1500' adalah ketinggian yang harus dicapai pada D6.0 MKS VOR, yaitu 1500 feets ASL
2. D6.0 MKS, sama seperti diatas yaitu jarak 6.0 nm dari MKS VOR
3. Outbound heading 307
4. Posisi dari VOR MKS
5. Ketinggian yang harus dicapai saat melewati VOR MKS yaitu 2500 feets
6. MM, Middle Marker
7. Keterangan dari elevasi runway, yaitu 44 feets
8. Ketinggian dan jarak untuk capture glideslope dari ILS tersebut. Ketinggiannya adalah 1500', jaraknya 5.5 nm dari IUPG ILS
9. Inbound course ILS yaitu 127

Prosedur untuk melakukannya kira-kira seperti ini:
Maintain 2500FT until crossing MKS VOR at 2500FT. After cross MKS VOR, descend to 1500FT and heading 307. Usahakan descend 1500FT tepat pada D6.0 MKS VOR then turn left to intercept localizer ILS rwy 13 inbound course 127 at 1500'. Setelah established localizer, prepare untuk capture glide slope. Flaps for landing, landing gear down, autobrake as required, spoiler arm, cabin announce. Disaat kita mencapai DME 5.5 / D5.5 / jarak 5.5nm dari IUPG ILS, kita masuk Gilde Slope, dan starting descend.





Gambar diatas merupakan referensi dari 

1. Referensi dari speed, vertical speed, angle dari ILS tersebut dan waktu yang diperlukan untuk mencapai MAP (Missed Approach Point)

  • Gnd Speed-Kts=Ground Speed dalam satuan kts
  • GS=Glide Slope yaitu dengan derajat 2.90 dari permukaan tanah
  • MAP at MM ot D5.5 IUPG to MAP=waktu untuk mencapai MAP (Missed Approach Point) pada MM atau dari jarak 5.5 nm IUPG ke MAP
2. Ini adalah referensi dari speed, vertical speed dan waktu tempuh sebelum menyatakan missed approach. Baris paling atas adalah Reference Approach Speed yang kita pakai. Misal kita pakai Boeing 737-300, dan tertulis di FMC speed untuk approach 128 dengan flaps full. Maka kita pakai kolom ke empat, yang mana disitu dituliskan speed 120 (cari yang paling dekat dengan speed approach kita). Setelah itu, tetap pada kolom itu, kita bergeser ke baris bawahnya. Disitu kita lihat terdapat angka 624 yg artinya, sesaat setelah sampai pada DME 5.5 (Capture Glideslope) dia akan descend dengan vertical speed 624 (atau bisa dibulatkan 600 feets/minutes). Dan turun lagi ke baris terakhir pada kolom 4, itu adalah waktu tempuh sebelum kita mencapai Missed Approach Point. Jika dalam waktu 2 menit 6 detik ATAU saat mencapai MM (Middle Marker) runway belum tampak akibat cuaca dan mungkin approach belum stabil, disitu adalah point terakhir kita untuk go-around.
3. Ini merupakan prosedur dari Missed Approach (go-around). Gambar 1 merupakan keterangan lampu runway, REIL, PAPI HIALS. Gambar dua, LT yg artinya Left Turn dan tertulis disitu 2500', maka left turn climb to 2500 feets. Gambar 3, keterangan heading yang harus diikuti yaitu 307.
4. Baris dari referensi vertical speed saat capture Glide Slope
5. Baris dari waktu tempuh untuk mencapai MAP


http://tauvictory.blogspot.com/2010/01/cara-yang-tepat-membaca-approach-chart.html

Tuesday, 4 September 2018

Pengertian Rekayasa Perangkat Lunak (Semester 5)

Rekayasa perangkat lunak telah berkembang sejak pertama kali diciptakan pada tahun 1940-an hingga kini. Focus utama pengembangannya adalah untuk mengembangkan praktek dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas para praktisi pengembang perangkat lunak dan kualitas aplikasi yang dapat digunakan oleh pemakai.

SEJARAH SOFTWARE ENGINEERING

Istilah software engineering digunakan pertama kali pada akhir 1950-an dan awal 1960-an. Saat itu, masih terdapat perdebatan tajam mengenai aspek engineering dari pengembangan perangkat lunak. Pada tahun 1968 dan 1969, komite sains NATO mensponsori dua konferensi tentang rekayasa perangkat lunak, yang memberikan dampak kuat terhadap pengembangan rekayasa perangkat lunak. Banyak yang menganggap dua konferensi inilah yang menandai awal resmi profesi rekayasa perangkat lunak.
Pada tahun 1960-an hingga 1980-an, banyak masalah yang ditemukan para praktisi pengembangan perangkat lunak. Banyak project yang gagal, hingga masa ini disebut sebagai krisis perangkat lunak. Kasus kegagalan pengembangan perangkat lunak terjadi mulai dari project yang melebihi anggaran, hingga kasus yang mengakibatkan kerusakan fisik dan kematian. Salah satu kasus yang terkenal antara lain meledaknya roket Ariane akibat kegagalan perangkat lunak. Selama bertahun-tahun, para peneliti memfokuskan usahanya untuk menemukan teknik jitu untuk memecahkan masalah krisi perangkat lunak.
Berbagai teknik, metode, alat, proses diciptakan dan diklaim sebagai senjata pamungkas untuk memecahkan kasus ini. Mulai dari pemrograman terstruktur, pemrograman berorientasi objek, perangkat pembantu pengembangan perangkat lunak (CASE tools), berbagai standar, UML hingga metode formal diagung-agungkan sebagai senjata pamungkas untuk menghasilkan software yang benar, sesuai anggaran dan tepat waktu. Pada tahun 1987, Fred Brooks menulis artikel No Silver Bullet, yang berproposisi bahwa tidak ada satu teknologi atau praktek yang sanggup mencapai 10 kali lipat perbaikan dalam produktivitas pengembanan perngkat lunak dalam tempo 10 tahun.

PENGERTIAN DASAR

Istilah Reakayasa Perangkat Lunak (RPL) secara umum disepakati sebagai terjemahan dari istilah Software engineering. Istilah Software Engineering mulai dipopulerkan pada tahun 1968 pada software engineering Conference yang diselenggarakan oleh NATO. Sebagian orang mengartikan RPL hanya sebatas pada bagaimana membuat program komputer. Padahal ada perbedaan yang mendasar antara perangkat lunak (software) dan program komputer.
Perangkat lunak adalah seluruh perintah yang digunakan untuk memproses informasi. Perangkat lunak dapat berupa program atau prosedur. Program adalah kumpulan perintah yang dimengerti oleh komputer sedangkan prosedur adalah perintah yang dibutuhkan oleh pengguna dalam memproses informasi (O’Brien, 1999).
RPL sendiri adalah suatu disiplin ilmu yang membahas semua aspek produksi perangkat lunak, mulai dari tahap awal yaitu analisa kebutuhan pengguna, menentukan spesifikasi dari kebutuhan pengguna, disain, pengkodean, pengujian sampai pemeliharaan sistem setelah digunakan. Dari pengertian ini jelaslah bahwa RPL tidak hanya berhubungan dengan cara pembuatan program komputer. Pernyataan ”semua aspek produksi” pada pengertian di atas, mempunyai arti semua hal yang berhubungan dengan proses produksi seperti manajemen proyek, penentuan personil, anggaran biaya, metode, jadwal, kualitas sampai dengan pelatihan pengguna merupakan bagian dari RPL.

TUJUAN REKAYASA PERANGKAT LUNAK

Secara umum tujuan RPL tidak berbeda dengan bidang rekayasa yang lain. Hal ini dapat kita lihat pada Gambar di bawah ini.
Dari Gambar di atas dapat diartikan bahwa bidang rekayasa akan selalu berusaha menghasilkan output yang kinerjanya tinggi, biaya rendah dan waktu penyelesaian yang tepat. Secara lebih khusus kita dapat menyatakan tujuan RPL adalah:
  • Memperoleh biaya produksi perangkat lunak yang rendah
  • Menghasilkan perangkat lunak yang kinerjanya tinggi, andal dan tepat waktu
  • Menghasilkan perangkat lunak yang dapat bekerja pada berbagai jenis platform
  • Menghasilkan perangkat lunak yang biaya perawatannya rendah

RUANG LINGKUP

Sesuai dengan definisi yang telah disampaikan sebelumnya, maka ruang lingkup RPL dapat digambarkan sebagai berikut:
  • Software Requirements berhubungan dengan spesifikasi kebutuhan dan persyaratan perangkat lunak
  • Software Desain mencakup proses penampilan arsitektur, komponen, antar muka, dan karakteristik lain dari perangkat lunak
  • Software Construction berhubungan dengan detail pengembangan perangkat lunak, termasuk algoritma, pengkodean, pengujian dan pencarian kesalahan
  • Software Testing meliputi pengujian pada keseluruhan perilaku perangkat lunak
  • Software Maintenance mencakup upaya-upaya perawatan ketika perangkat lunak telah dioperasikan
  • Software Configuration Management berhubungan dengan usaha perubahan konfigurasi perangkat lunak untuk memenuhi kebutuhan tertentu
  • Software Engineering management berkaitan dengan pengelolaan dan pengukuran RPL, termasuk perencanaan proyek perangkat lunak
  • Software Engineering Tools And Methods mencakup kajian teoritis tentang alat bantu dan metode RPL
  • Software Engineering Process berhubungan dengan definisi, implementasi pengukuran, pengelolaan, perubahan dan perbaikan proses RPL
  • Software Quality menitik beratkan pada kualitas dan daur hidup perangkat lunak

Definisi Logika Fuzzy (Semester 5)


Logika Fuzzy adalah peningkatan dari logika Boolean yang berhadapan dengan konsep kebenaran sebagian. Saat logika klasikmenyatakan bahwa segala hal dapat diekspresikan dalam istilah biner (0 atau 1, hitam atau putih, ya atau tidak), logika fuzzy menggantikan kebenaran boolean dengan tingkat kebenaran.

Fuzzy secara bahasa dapat diartikan samar, dengan kata lain logika fuzzy adalah logika yang samar. Dimana pada logika fuzzy suatu nilai dapat bernilai 'true' dan 'false' secara bersamaan. Tingkat 'true' atau 'false' nilai dalam logika fuzzy tergantung pada bobot keanggotaan yang dimilikinya. Logika fuzzy memiliki derajat keanggotaan rentang antara 0 hingga 1, berbeda dengan logika digital yang hanya memiliki dua keanggotaan 0 atau 1 saja pada satu waktu. Logika fuzzy sering digunakan untuk mengekspresikan suatu nilai yang diterjemahkan dalam bahasa (linguistic), semisal untuk mengekspresikan suhu dalam ruangan apakah ruangan tersebut dingin, hangat, atau panas.

Logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input dalam suatu ruang output dan memiliki nilai yang berlanjut. Kelebihan logika fuzzy ada pada kemampuan penalaran secara bahasa. Sehingga, dalam perancangannya tidak memerlukan persamaan matematis yang kompleks dari objek yang akan dikendalikan.

Logika Fuzzy dengan menggunakan Matlab
MATLAB adalah sistem perangkat lunak interaktif dengan elemen dasar basis data array. Hal ini memunginkan seorang pengguna (user) dapat memecahkan masalah yang berhubungan dengan komputasi dan matematika serta perhitungan teknik, khususnya yang melibatkan matriks dan vektor dengan waktu yang lebih singkat darik waktu yang dibutuhkan untuk menulis program dalam bahasa C atau FORTRAN.MATLAB dikeluarkan oleh perusahaan Mathwork Inc. Agar dapat menggunakan fungsi fungsi logika fuzzy yang ada pada MATLAB, maka harus diinstalkan terlebih dahulu TOOLBOX fuzzy. Fuzzy logic toolbox memberikan fasilitas Grapihcal User Interface (GUI) untuk memperindah dalam membangun suatu sistem fuzzy.

Kelebihan Logika Fuzzy
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.
2. Logika Fuzzy sangat fleksibel.
3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.
4. Logika Fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi non linearyang sangat kompleks.
5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan.
6. Logika Fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali secara konvensional.
7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.



Kekurangan Logika Fuzzy 

Selain kelebihan yang telah dijelaskan di atas, ternyata Fuzzy Logic juga memiliki kekurangan. Dalam mendesain fuzzy logic, sering ditemukan kesulitan dalam menentukan preferensi atau parameter agar output yang dihasilkan akurat, yaitu :
1.    Model Mamdani atau Sugeno atau model lain?
Penentuan model inference harus tepat, Mamdani biasanya cocok untuk masalah intuitive sedangkan sugeno untuk permasalahan yang menangani control
2.    Jumlah Nilai Linguistik untuk setiap variabel?
Kita harus merubah nilai crisp menjadi nilai linguisik. Jumlah dari nilai linguistik yang digunakan harus sesuai dengan permasalahan yang akan kita selesaikan.
3.    Batas-batas Nilai Linguistik?
Batas-batas nilai linguistik akan sangat berpengaruh pada akurasi fuzzy logic.
4.    Fungsi Keanggotaan: Segitiga, trapesium, phi, …?
5.    Fuzzy rule yang tepat?


Contoh Soal Ekuivalensi NFA ke DFA

Ekuivalensi NFA ke DFA

Dari sebuah mesin Non-deterministic Finite Automata dapat dibuat mesin Deterministic Finite Automata-nya yang ekuivalen.Ekuivalen disini artinya menerima bahasa yang sama .Meskipun yang satu adalah Non-deterministic dan yang satunya Deterministic namun keduanya menerima bahasa yang sama.

Contoh soal 1

Buatlah DFA yang ekuivalen dengan NFA disamping!

Pertama buatlah tabel transisinya


Kedua kita buat tupel dari tabel tersbut agar lebih detail

δ  = {q0 , q1}
Ʃ = {0 , 1}
s =  q0
f =  q1

Lalu kita mulai membuat DFA nya
Dimulai dari state awal q0

State {q0} bila memperoleh input 0 menjadi state {q0, q1}.
State {q0} bila memperoleh input 1 menjadi state {q1}.
Ekivalensi Non-Deterministic Automata (NFA)  ke Deterministic Finite Automata (DFA)
Ekivalensi Non-Deterministic Automata (NFA)  ke Deterministic Finite Automata (DFA)

State {q1} memperoleh input 0 menjadi state ∅
State {q1} bila memperoleh input 1 menjadi state {q0, q1}.
Pada state {q0,q1} awalnya belum mempunyai busur dan pada DFA,sebuah state harus mempunyai busur sebanyak himpunan inputnya,karena itu kita tentukan terlebih dahulu arah busurnya dan busurnya ada 2.
δ({q0,q1},0)  = {q0,0} ε {q1,0}
        = {q0,q1} ε Ø
        = {q0,q1}
δ({q0,q1},1) = {q0,1} ε {q1,1}
        = {q1} ε {q0,q1}
        = {q0,q1}

Jadi arah busur pada state {q0,q1} mengarah ke state itu sendiri.


Kemudian khusus pada state himpunan kosong (Ø) hanya menerima inputan dari statenya sendiri,jadi busur pada himpunan kosong mengarah ke state himpunan kosong.
Ekivalensi Non-Deterministic Automata (NFA)  ke Deterministic Finite Automata (DFA)
Ekivalensi Non-Deterministic Automata (NFA)  ke Deterministic Finite Automata (DFA)

Terakhir untuk menentukan final state pada DFA ini adalah dengan melihat NFA yang ekuivalen dengan DFA ini yaitu soal awal,
Kita ketahui Bahwa final state adalah q1,jadi pada DFA,final statenya adalah semua state yang ada hubungannya dengan q1 yaitu {q0,q1} dan {q1}


Ekivalensi Non-Deterministic Automata (NFA)  ke Deterministic Finite Automata (DFA)
Ekivalensi Non-Deterministic Automata (NFA)  ke Deterministic Finite Automata (DFA)


TOTAL PAGEVIEWS

Follow Us

Blog Archive

About Me

ilmu komputer zakaria
View my complete profile

blog

https://ilmukomputerzakaria.blogspot.com https://perhitunganakuntansitkjzakaria.blogspot.com https://debianzakariamustin.blogspot.com

Translate

Muhammad Zakaria Mustin. Powered by Blogger.

Contact Form

Name

Email *

Message *